Panduan Pengembangan Diri Bagi Remaja

Karya : Nyoman Sueta

Naskah ini telah diterbitkan oleh penerbit Wiraningjati dengan judul Cara Dahsyat Menuju Sukses.  Resensi buku oleh Turni Budihartati dimuat di majalah Formula (Kementrian Pemuda dan Olah Raga) Edisi Oktober 2010. 

2 Mei 2010

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Mungkin sulit mencari contoh suatu bangsa yang dalam perjalanannya selalu dalam keadaan berjaya dan sejahtera. Bangsa Indonesia yang  terdiri atas berbagai etnik,  pernah  berjaya antara lain ketika  menguasai wilayah yang begitu luas sampai ke tanah melayu dan Philipina, mewariskan bangunan megah Borobudur dan Prambanan serta menjadi pusat pendidikan ilmu pengetahuan dan agama Buddha pada zaman Sriwijaya. Namun kejayaan-kejayaan tersebut tidak bertahan ketika bangsa Eropa yang mempunyai kelebihan dalam kemajuan teknologi terutama dalam hal teknologi peperangan berhasil mengalahkan dan menjajah bangsa kita.   

Demikian juga saat ini, kita masih tetap terjajah namun bukan terjajah fisik melainkan terjajah secara teknologi dan ekonomi. Artinya bangsa kita tidak banyak berkontribusi dalam pengembangan teknologi, melainkan hanya menjadi konsumen setia teknologi yang dikembangkan bangsa lain. Tentu saja hal ini  berpengaruh secara ekonomi. Kita membeli teknologi mereka baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Dalam bentuk fisik, misalnya telepon seluler, pesawat, komputer dan lain-lain, sedangkan dalam bentuk non fisik, misalnya program komputer windows, musik dan lain-lain. Semua produk-produk ini kita beli sebagian besar dengan menggunakan hasil hutan dan hasil pertambangan yang kita kuras sebanyak-banyaknya, tanpa mengingat anak cucu kita dan kurang memperdulikan dampaknya terhadap lingkungan. Sebagian kecil menggunakan hasil industri dan pertanian yang mempunyai nilai tukar yang relatif rendah, misalnya kopi, kakao, tekstil dan lain-lain.

            Penggunaan kekayaan alam seperti hasil hutan dan tambang ada batasnya. Suatu saat akan habis dan anak cucu kita akan merasakan kemiskinan yang luar biasa. Hal ini mempunyai makna bahwa kekuatan sosial-politik-pertahanan-keamanan bangsa kita relatif lemah di antara bangsa-bangsa lain. Kondisi ini bisa jadi memungkinkan bangsa kita akan terjajah lagi secara fisik oleh bangsa lain. Coba bayangkan bahwa kekuatan militer negara lain sudah demikian canggih, yang sebenarnya mampu melumatkan negeri kita kapan saja, tanpa ada perlawanan berarti dari kita. Sekarang mungkin saja yang menguasai senjata ini masih punya sifat kemanusiaan yang relatif baik, bagaimana kalau seandainya dikuasai oleh orang yang jahat?

Sudah barang tentu kita ingin lepas dari penjajahan secara teknologi dan menghilangkan segala kemungkinan terjajah secara fisik. Untuk itu pertama-tama kita perlu mencari akar penyebabnya. Sebelum abad 16 bangsa kita relatif sejajar dengan bangsa lain dalam hal teknologi, pelayaran, pertanian dan lain-lain, sehingga kekuatan ketahanan sosial politik juga seimbang. Kemudian setelah abad 16, bangsa Eropa mengalami kemajuan pesat (renaissance) di semua sektor tanpa disadari oleh bangsa kita. Bangsa kita masih berkutat dengan perang saudara atau asyik dengan diri sendiri tanpa melihat konstelasi kekuatan bangsa-bangsa di dunia. Jadi kelemahan bangsa kita saat itu adalah tidak  menyadari dan tidak terlibat dalam perkembangan teknologi di  belahan dunia yang lain sehingga terjadi ketimpangan.   

Ketimpangan ini berawal ketika bangsa kita dahulu mengurangi penggunaan nalar dan panca indra dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan nalar dan indra yang begitu intens pada zaman ketika Borobudur dibuat, ketika berlayar lintas benua, ketika Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan di Asia, secara perlahan didominasi oleh  kepercayaan pada klenik yang berlebihan. Semua aspek kehidupan dihubungkan dengan klenik disertai dengan kebanggaan pencapaian atau kejayaan masa lalu. Sungguh ironis kita membanggakan kejayaan  masa lalu yang dicapai dengan optimalisasi penggunaan nalar sementara kita menomorduakan  penggunaan nalar itu sendiri. Jadilah kita bangsa yang ketinggalan di hampir semua sektor kehidupan.

Kita yang berlayar di Abad 21 mau tidak mau harus mulai merubah haluan cara mengelola kehidupan kita sehingga lebih survive, baik pada generasi sekarang maupun generasi selanjutnya. Minimal kita memberi teladan dan  blueprint budaya yang mampu bertahan diantara bangsa-bangsa lain di dunia ini. Mari kita mulai dari tujuan hidup manusia yang terdiri dari tiga aspek, yaitu survive forever, happy forever dan peace after death.  Untuk mencapai ke tiga aspek kehidupan tersebut, maka perlu alat pencapaian seperti tertera pada Tabel-1 yang bertumpu pada ajaran kesusilaan agama.

 Tabel-1 :  Matrik pengelolaan kehidupan

 

Tujuan Hidup

Aspek Kehidupan

Alat Pencapaian

Tumpuan

Kesejahteraan di dunia dan kedamaian setelah meninggal
  1. 1.      Survive forever
  2. Happy forever
  3. 3.      Peace after death
  • Harta
  • Kesehatan Badan
  • Bela Diri
  • Ilmu Pengetahuan & Teknologi
  • Keluarga
  • Negara
  • Kesehatan  Jiwa
  • Pengabdian Masyarakat
  • Pendalaman  Sisi Esoteris  Ajaran Agama

 

–   Ajaran Kesusilaan (Budi Pekerti)-   Environmental minded (Peduli Lingkungan)

BAB II

TUJUAN HIDUP DAN ASPEK KEHIDUPAN

2.1. Tujuan Hidup

            Menurut Abraham Maslow dalam A Theory of Human Motivation,  kebutuhan manusia dalam kehidupan ini meningkat setelah  kebutuhan yang lebih rendah  terpenuhi.  Tingkatan kebutuhan tersebut adalah :

  • Kebutuhan Lahiriah (Physiological Need)
  • Kebutuhan Rasa Aman (Safety Need)
  • Kebutuhan sosial (Social Need)
  • Kebutuhan Penghargaan (Esteem Need)
  • Aktualisasi Diri (Self Actualization)

Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas maka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah mendapatkan kebahagiaan di dunia. Kemudian karena pengaruh agama juga ditambahkan adanya tujuan untuk mencapai kondisi tertentu setelah kematian. Umat Islam dan Kristen mendambakan Sorga, Umat Hindu mendambakan Moksa dan Umat Buddha mendambakan Nirwana. Dambaaan masing-masing umat beragama tidaklah sama, namun ada unsur yang sama yaitu kedamaian. Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan hidup manusia setelah meninggal adalah kedamaian.

Dengan demikian maka  tujuan hidup manusia  ada dua, yaitu :  Mencapai kebahagiaan di dunia dan kedamaian setelah meninggal.

2.2. Aspek Kehidupan

            Aspek  yang terkandung pada tujuan kehidupan manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan kedamaian setelah meninggal  adalah :

  • Survive forever
  • Happy forever
  • Peace after death

Dalam mengarungi kehidupan, banyak hal yang mengancam kehidupan kita antara lain ketidaksediaan pangan, faktor alam (panas/dingin), penyakit, binatang buas, bahkan sesama manusia. Seperti binatang, manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan hidupnya (survive forever) sejak zaman purba sampai sekarang. Naluri tersebut diwujudkan dalam bentuk berburu makanan, pembelaan diri saat mendapat ancaman, upaya menemukan obat dan lain-lain. Semua upaya ini berkembang sesuai dengan berkembangnya peradaban manusia dan berkembangnya ancaman itu sendiri.

Selain bertahan hidup, manusia selalu mempunyai keinginan untuk merasakan kebahagiaan (happy forever).  Bentuk kebahagiaan itu sangatlah beragam.  Masih terkait dengan Teori Maslow, kebahagiaan itu tercapai ketika kebutuhan tercapai. Ketika kebutuhan pangan terpenuhi  kita merasa puas, ketika kebutuhan sandang dan papan terpenuhi kita merasa nyaman, ketika kita tidak ada yang mengganggu kita merasa aman, ketika kita hidup dalam harmoni dengan orang lain kita merasa senang, ketika kita mendapatkan penghargaan kita merasa bangga, ketika gagasan moral dan spiritualitas kita terealisasi kita merasa damai.  

Perlu disadari bahwa kondisi-kondisi survive maupun kebahagiaan tersebut diatas tidaklah datang begitu saja. Semua itu harus diperjuangkan. Memang ada hal-hal eksternal yang menunjang tetapi tetap kita sendiri yang paling menentukan. Menentukan dengan menggunakan alat pencapaian. Alat-alat tersebut akan dibahas pada bab berikutnya.

BAB III

ALAT PENCAPAIAN KE-1

 HARTA

             Secara tradisi, kita yang hidup di Indonesia lebih sering mendapat pesan dari para sesepuh bahwa kita tidak perlu menjadi orang kaya dari pada mendapat motivasi agar menjadi orang kaya. Argumennya adalah kekayaan tidak bisa dibawa mati dan kekayaan tidak akan pernah membuat bahagia karena kita akan selalu merasa kekurangan. Argumen tersebut tidaklah salah seluruhnya  bila kekayaan itu diasumsikan hidup yang berlebihan.  Namun cobalah kita bayangkan pada kondisi ekstrim, dapatkah kita bahagia dalam kondisi perut lapar, kehujanan, terancam dan terhina karena kita atau orang terdekat kita (istri, anak, orang tua, teman) tidak memiliki makanan, rumah dan alat/senjata untuk membela diri. Sudah barang tentu jawabannya tidak bisa, kecuali kita sudah menjadi pertapa (sufi) yang mumpuni. Jadi untuk mencapai kebahagian individu, masyarakat dan yang lebih besar dalam lingkup bangsa dan negara maupun dunia,  kita perlu infrastruktur. Infrastruktur tersebut adalah harta.  Kita memerlukan harta untuk mengkondisikan agar survive dan happy tercapai.

            Untuk mendapatkan harta ini perlu dilakukan suatu kegiatan yang umum disebut mencari nafkah. Secara garis besar ada tiga jenis cara mencari nafkah. Yang pertama adalah menjadi pegawai. Pegawai adalah orang yang bekerja pada institusi tertentu (perusahaan, lembaga pemerintah dll) dan mendapat upah secara periodik. Misalnya pegawai pabrik gula dan pegawai negeri. Yang kedua adalah menjadi profesional. Profesional adalah orang yang mempunyai keahlian khusus yang diperlukan oleh orang lain dan mendapat imbalan dari penggunaan keahlian tersebut. Misalnya dokter, pengacara, seniman dan pemain sepak bola. Yang ketiga adalah menjadi pengusaha. Pengusaha adalah orang yang menjalankan usaha bisnis dan mendapatkan keuntungan ataupun kerugian dari kegiatan bisnisnya. Misalnya pedagang kain, pemilik pabrik, pemilik tanah pertanian.

            Biasanya orang memilih apakah menjadi pegawai, profesional atau pengusaha berdasarkan minat, bakat dan kesempatan. Yang sering terjadi adalah ada minat namun kesempatan tertutup karena bakat tidak memadai. Oleh karena itu maka bakat perlu dikembangkan melalui pendidikan dan peningkatan khusus lainnya sesuai dengan bidang yang akan digeluti. Pendidikan itu ada formal dan non formal.

Pendidikan formal dilakukan di sekolah atau universitas, sedangkan pendidikan non formal didapatkan secara tidak disadari dari keluarga (orang tua, kakek, nenek, saudara, wali dan lain-lain), lingkungan masyarakat, lingkungan nasional, lingkungan regional, lingkungan global dan media.  Pendidikan terutama membuat kita menjadi lebih matang (mature) dalam berpikir dan mengambil keputusan. Selain itu pendidikan memberikan ilmu pengetahuan dan keahlian (skill) tertentu serta kemampuan komunikasi verbal. Dan yang tidak kalah pentingnya, pendidikan mencetak orang yang berbudi pekerti  luhur. Berbudi pekerti luhur ditandai dengan  rajin bekerja, suka menolong sesama dan jujur. Berbuat baik bukan karena takut dosa atau ingin mendapat pahala, melainkan karena memang tidak suka berbuat jahat dan mendapat kepuasan dengan berbuat baik.

            Pendidikan yang terkait dengan  peningkatan keahlian juga sering dilakukan secara non formal, misalnya tukang pandai besi mengajarkan keahlian kepada anaknya, etnis tionghoa mengajarkan bisnis kepada anaknya, petani mengajarkan cara bercocok tanam dan seterusnya. Pendidikan yang dilaksanakan di rumah tangga sangatlah nyata karena dibarengi dengan praktek langsung dan tauladan dari seniornya (orang tua, kakak, paman atau kakek/nenek).

            Jadi yang terpenting dalam mempersiapkan diri untuk mendapatkan harta adalah mempunyai keahlian sesuai dengan bidang yang akan digeluti lewat pendidikan formal dan non formal. Selain keahlian, juga kemampuan berkomunikasi dan perluasan pergaulan (networking). Untuk dapat berkomunikasi yang baik maka harus menguasai bahasa. Sesuai dengan konteks dimana kita berada, maka kita harus menguasai minimal tiga bahasa. Pertama bahasa Indonesia, kedua bahasa lokal (daerah) dan ketiga bahasa Inggris. Peningkatan kemampuan berbahasa, selain didapatkan dari pendidikan dan kursus juga bisa didapatkan dengan lebih banyak mempraktekkan penggunaan bahasa. Praktek-pratek tersebut antara lain :

  • Terlibat dalam suatu organisasi. Organisasi tersebut bisa jadi Karang Taruna, Rukun Tetangga, Lembaga Swadaya Masyarakat, Panitia HUT Kemerdekaan dan lain-lain. Dalam berorganisasi tersebut biasakan berbicara mengeluarkan pendapat atau mengkoordinir suatu pekerjaan.
  • Rajin membaca koran, majalah dan buku . Biasakan membuat ringkasan bacaan, materi bacaan yang sependapat atau disukai, materi bacaan yang tidak sependapat atau tidak disukai dan hikmah yang didapatkan dari hasil membaca. Ringkasan tersebut ditulis dan di-sharing dengan teman-teman dan lebih baik lagi disikusikan secara lisan dengan teman-teman.
  • Memanfaatkan sarana internet dengan browsing artikel, ikut forum diskusi, facebook, milis, membuat blog dan lain-lain.  Tulislah respon atau pendapat kita atas suatu permasalahan.
  • Menjadi pemandu wisata amatir. Bila ada wisatawan domestik atau asing, cobalah berbicara dengan mereka dengan menawarkan bantuan menunjukkan tempat atau bahkan menemani mengunjungi obyek wisata. Tentu saja dalam hal ini mempertimbangkan aspek keamanan dan kepantasan, terutama bagi wanita.
  • Menjadi sukarelawan di tempat terjadinya musibah. Disana bisa ditemui orang-orang dari berbagai macam latar belakang dan sifat serta situasi yang krisis. Kondisi demikian akan mengasah kemampuan berkomunikasi dan mengatasi keadaan krisis.

Dengan globalisasi sekarang ini, kemampuan berbahasa Inggris sangat penting sekali. Mungkin juga sudah menjadi keharusan. Telah menjadi konvensi bahwa bahasa Inggris menjadi bahasa internasional, baik dalam diplomasi maupun bisnis. Banyak sekali stasiun televisi yang dapat diakses di Indonesia menggunakan bahasa Inggris. Patut disayangkan kita tidak mendapat informasi yang ditayangkan begitu luas hanya karena tidak mengerti bahasa Inggris. Dalam negosiasi bisnis  sering mengalami kerugian, bukan karena orang asing yang kita ajak bernegosiasi berniat membuat kita rugi, namun karena kita kurang cermat mengartikan maksud mereka atau kita tidak bisa mengutarakan apa yang kita inginkan dengan benar. Demikian juga halnya dalam hal alih teknologi, kita bisa jadi tidak bisa menguasi teknologi bukan karena orang asing yang bekerja sama dengan kita tidak mau mengajarkan teknologinya, melainkan daya serap materi yang menggunakan bahasa Inggris kita yang rendah. Jadi kuasailah bahasa Inggris dalam hal  membaca, menulis, mendengar dan berbicara.

Buku ini tidak mengarahkan untuk memilih salah satu cara mencari nafkah. Idealnya adalah nafkah mestinya sesuai dengan minat, bakat dan kesempatan. Semua pilihan memungkinkan kita mendapatkan imbalan harta yang signifikan, asal bisa menjadi yang terbaik di bidangnya. Memang secara rata-rata terlihat bahwa para pengusaha mempunyai harta yang relatif banyak dila dibandingkan dengan pegawai dan profesional.  Namun sangat banyak para profesional yang sangat kaya seperti Tiger Wood, Oprah Winfrey dan Christiano Ronaldo. Dan juga tidak sedikit pegawai yang kaya karena mempunyai keahlian yang langka dan sangat dibutuhkan.

           BAB IV

ALAT PENCAPAIAN KE-2

KESEHATAN BADAN

Kita menyadari bahwa manusia seperti makhluk hidup lainnya akan bertambah tua dan kemampuan organ tubuh  menjadi menurun. Selain itu, kondisi lingkungan dan makanan dapat membuat kita menjadi sakit. Tentu saja dalam mendapatkan  survive dan happy perlu menjaga badan agar terhindar dari penyakit. Upaya menjaga kesehatan badan dilakukan dengan menjaga makanan, penyesuaian dengan lingkungan dan olah raga.  Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan (medical check up) secara periodik minimal setahun sekali.

            Dalam memilih makanan, pilihlah makanan yang segar (fresh), tidak mengandung bahan kimia berupa pengawet, perasa, pewarna dan sisa pestisida. Diupayakan makan sayuran dan buah tiap hari. Buah yang paling baik adalah pepaya.  Buah lainnya antara lain pisang, jeruk, blimbing, jambu dan melon. Bila memerlukan suplemen, pilihlah suplemen yang alami berasal dari tumbuh-tumbuhan. Jangan berlebihan makan suplemen, lebih baik sedikit-sedikit tapi rutin dari pada sekaligus banyak. Suplemen yang baik adalah jamu godong jawa,  madu dan sun chlorela. Saat makan, kunyahlah makanan sampai hancur baru ditelan. Ingat, guru SD kita mengajarkan agar mengunyah makanan sebanyak 32 kali sebelum ditelan. Hindari atau kurangi minuman bersoda, alkohol dan dingin. Jangan sekali-sekali mengkonsumsi sesuatu yang membuat kecanduan, antara lain rokok dan NAZA (Narkotika dan Zat Addiktif).  Ingat, makanan adalah sumber pertumbuhan dan energi namun bisa juga menjadi sumber penyakit. Jadi  pola makan yang baik adalah tepat jenis, tepat jumlah, tepat olah dan tepat waktu.

            Lingkungan sangat mempengaruhi kesehatan seseorang. Cara menghadapi lingkungan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan adalah menghindari, merubah atau menanggulangi. Bila ada gunung berapi atau pabrik kimia yang mengeluarkan gas beracun, maka disarankan untuk meninggalkan tempat tersebut. Cuaca yang dingin dirubah menjadi hangat dengan memasang perapian. Ruangan tempat tidur dan bekerja dibersihkan secara rutin atau dipasang saringan debu. Ruangan yang gelap dipasang lampu penerangan yang memadai. Daerah yang banyak nyamuk dilakukan penyemprotan insektisida dan pembersihan air tergenang.  Penggunaan payung, topi, masker, baju tebal atau selimut juga merupakan upaya untuk menyesuaikan dengan lingkungan agar kesehatan tidak terganggu.

            Keberadaan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, AIDS, Flu, Gonorrhea, Sipilis, SARS dan lain-lain perlu diwaspadai. Selain melakukan vaksinasi kita juga sedapat mungkin menghindari kontak dengan orang berpenyakit menular tergantung cara penularannya. Penyakit TBC & Flu biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri atau virus yang dilepaskan pada saat penderita  batuk/bersin. Penularan Hepatitis B dan C serta  AIDS  biasanya melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi., misalnya hubungan sex dengan penderita, tranfusi darah dan menggunakan jarum suntik bekas yang dipakai penderita. Khusus hepatitis C, penularannya juga dapat melalui kontak dengan barang pribadi penderita seperti sikat gigi, alat cukur atau alat manicure. Penyakit Menular Sexual seperti Gonnorhea dan Sipilis, penularannya melalui hubungan sex dengan penderita.

            Organ tubuh manusia bisa dilatih agar lebih tahan terhadap penyakit dengan melakukan olah raga. Olah raga ada dua jenis anarobik (lari cepat, sepak bola, renang) dan aerobik (senam, jalan kaki). Untuk menjaga kesehatan cenderung disarankan untuk melakukan olah raga jenis aerobik. Plilihlah olah raga yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Misalnya bagi yang berusia lanjut cukup melakukan jalan santai atau senam ringan misalnya senam jantung sehat. Setiap orang sebaiknya minimal melakukan olah raga jalan kaki dan senam setiap hari. Bagi yang mampu, berenang seminggu sekali sangat membantu mempertahankan kebugaran. Untuk anak muda dapat memilih olah raga permainan seperti futsal, bulu tangkis, tenis, basket, volley dan lain-lain. Olah raga permainan, selain untuk kesehatan juga ada unsur fun-nya (bersenang-senang). Selain olah raga juga disarankan juga mengikuti olah napas atau senam yang disertai dengan olah napas. Olah napas ini  dapat meningkatkan kemampuan organ tubuh untuk mengikat oksigen sehingga akan berpengaruh terhadap kebugaran dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Yang termasuk dalam olah napas adalah Senam Tera, Chikung, Taichi, Yoga dan Olah Napas Kebugaran Merpati Putih.

Bila belum mempunyai kesempatan mengikuti latihan-latihan tersebut diatas, lakukanlah kiat-kiat sebagai berikut :

  • Tarian Jiwa

Berdiri dengan sikap santai, mata terbuka. Lakukanlah gerakan atau tarian sekehendak hati (sembarang) secara perlahan (slow motion). Atur napas alami sehalus mungkin (tidak menahan napas).  Konsentrasi pada gerakan dan perasaan yang timbul pada tubuh, seperti rasa gesekan kulit, gatal, panas, dingin, terpaan angin dan lain-lain. Lakukanlah selama 5 sampai 30 menit minimal sehari sekali.

  • Latihan penguatan tulang belakang

Sediakan papan yang disangga dengan kemiringan 30-45 derajat. Berdirilah secara tegak di atas papan tersebut selama 5-15 menit. Mata terbuka dan napas seperti biasa. Selama berdiri tersebut lakukan senam lubang dubur (maaf) dengan memejamkan dan mengendorkan lubang dubur. Pejamkan selama 3-5 detik kemudian kendorkan. Bagi pemula, agar melakukan latihan dengan menggunakan papan dengan kemiringan yang paling rendah terlebih dahulu. Selanjutnya kemiringan dapat dinaikkan secara bertahap sesuai kempuan.

 Dengan melakukan latihan-latihan diatas secara rutin, maka tulang belakang yang merupakan pusat syaraf akan tambah kuat sehingga mempengaruhi kerja organ dalam termasuk  kelenjar-kelenjar yang menghasilkan hormon. Semua itu akan mempengaruhi adanya peningkatan kebugaran dan daya tahan terhadap penyakit.

BAB V

ALAT PENCAPAIAN KE-3

ILMU BELA DIRI

Sama seperti makhluk hidup lainnya, kelangsungan hidup manusia juga selalu mendapat ancaman serangan dari makhluk hidup lain yang lebih kuat atau lebih banyak, bahkan dari sesama manusia juga. Demi mempertahankan hidup (survive), dalam mengatasi  ancaman ini manusia melakukan upaya bela diri. Upaya beladiri ini ada dua, yaitu  beladiri fisik dan beladiri non-fisik.

Bela diri fisik adalah bela diri yang mengunakan kekuatan fisik (tubuh dan alat) untuk melawan ancaman. Pada zaman purba manusia cenderung menggunakan bela diri fisik. Dari bela diri fisik ini kemudian berkembanglah ilmu bela diri ( Pencak Silat, Karate, Kempo, Aikido, Taekwondo , Yudo, Kungfu dan lain-lain) dan ilmu perang. Saat ini beda diri fisik tidaklah mutlak diperlukan oleh setiap orang, karena sebagian orang merasa sudah ada yang bertugas untuk melindungi warga negara yaitu polisi dan tentara. Namun mengingat bahwa polisi tidak bisa mengawal setiap warga negara selama 24 jam, maka setiap orang perlu mempelajari ilmu bela diri, baik laki-laki maupun perempuan. Belajar bela diri juga sejalan dengan upaya mendapatkan kesehatan badan dan memperluas net working. Namun perlu diingat dalam memilih jenis ilmu bela diri, pilihlah ilmu bela diri yang kental ajaran dan tradisi moralnya. Belajar ilmu bela diri, secara tidak langsung dapat mempengaruhi bawah sadar untuk mengedepankan penggunaan kekerasan dalam menghadapi setiap persoalan. Oleh karena itu maka belajar ilmu beladiri harus disertai dengan pendidikan moral.  Perguruan Bela Diri yang cukup kental ajaran dan tradisi moralnya diantaranya adalah Shorinji Kempo, Aikido dan beberapa pencak silat antara lain Bangau Putih dan Merpati Putih. Prinsip bela diri yang dianjurkan adalah menanggulangi ancaman dengan menaklukkan lawan tanpa menimbulkan permasalahan baru yang lebih berat. Kalau memungkinkan, agar menaklukkan lawan tanpa membuat cidera lawan. Menaklukkan disini berarti penaklukan mental (membuat lawan menyerah) dan fisik.

Bela diri non fisik adalah bela diri yang menggunakan akal budi untuk mencegah terjadinya ancaman dan membina pertahanan & keamanan secara terorganisir. Bela diri non fisik dilakukan dengan cara :

  • Memahami dan mengamalkan sopan santun  bermasyarakat dan bernegara
  • Mengetahui informasi daerah rawan kejahatan dan cara menghindarinya
  • Memahami permasalahan dan mengedepankan penyelesaian secara hukum
  • Membina masyarakat agar peduli dengan keamanan lingkungan, misalnya mewujudkan siskamling.
  • Mengenal dan memahami sistem keamanan setempat, misalnya tahu lokasi kantor polisi terdekat dan cara menghubungi tercepat.
  • Mewujudkan organisasi RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga) yang baik.
  • Membina kehidupan bernegara yang tanggap terhadap pertahanan dan  keamanan
  • Membina moral masyarakat sehingga menjauhi perbuatan jahat
  • Melatih kesabaran dalam menghadapi persoalan
  • Memahami taktik dan strategi yang tepat untuk menghadapi kejahatan
  • Menyiapkan sarana yang mendukung keamanan
  • Menjadi warga negara yang baik dalam mendukung program pemerintah di bidang pertahanan & keamanan.

Jadi agar keamanan lebih terjamin sehingga tetap survive, maka sebaiknya diupayakan selalu siap melaksanakan beladiri fisik dan non fisik, mulai dari lingkungan terkecil sampai lingkungan yang lebih luas.


 

BAB VI

ALAT PENCAPAIAN KE-4

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

            Peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah penting dalam mewujudkan survive dan happy. Saat ini penguasaan bangsa kita terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi jauh tertinggal dibandingkan dengan bangsa lain terutama bangsa-bangsa di Amerika, di Eropa, Jepang , Korea dan China.  Untuk dapat mengejar ketinggalan ini, perlu dilakukan beberapa hal yang terkait dengan tradisi dan budaya, antara lain :

  • Mengedepankan penggunaan nalar dan indra

Dalam menghadapi permasalah gunakanlah indra dan nalar terlebih dahulu. Gunakan sampai menemui batas. Janganlah langsung menggunakan sesuatu yang tidak kita punyai, misalnya ilmu gaib, paranormal dan lain-lain. Penggunaan hal-hal di luar nalar tidaklah selamanya jelek selama kita memang betul-betul meliliki kemampuan tersebut, bukan berspekulasi. Contoh berspekulasi adalah sesorang yang punya penyakit gatal berobat ke dukun yang tidak jelas keahliannya dan pengobatannya sulit diterima oleh akal sehat.

  • Mencari akar permasalahan

Kita sering sudah merasa puas bila menyelesaikan atau memahami persoalan atau fenomena alam pada tingkat permukaan saja, tanpa ada keinginan untuk membedahnya lebih dalam. Mungkin karena merasa tidak ada gunanya atau buang-buang waktu saja. Padahal bila kita mengupas lebih jauh, kita akan mendapat ilmu baru yang bermanfaat untuk kita di masa depan dan dapat diwariskan ke anak cucu kita. Jadikanlah mengupas persoalan dan fenomena alam lebih dalam menjadi kebiasaan atau tradisi, meski tingkat kedalaman akan bervariasi tergantung tingkat pendidikan atau kepakaran masing-masing individu.

  • Kreatif dan inovatif

Kita juga sering merasa puas dengan alat dan metode yang ada.  Padahal dunia ini tidak terbatas sehingga selalu dimungkinkan ada yang lebih baik. Untuk membangkitkan kreativitas ada baiknya kita menyimak  kata mutiara berikut :  “tidak ada alat atau metode terbaik, selalu ada alat atau metode yang lebih baik”. Hal-hal yang perlu dilakukan agar mempunyai kebiasaan yang kreatif dan inovatif adalah dengan banyak membaca. Bacaan tidaklah dibatasi yang berhubungan dengan fakta atau ilmu alam saja. Justru bacaan non fiksi banyak memberi inspirasi penemuan-penemuan besar yang tidak terpikirkan sebelumnya. Misalnya, pencipta pesawat terbang sebelumnya pernah mendengar dongeng tentang orang yang terbang. Bacaan non fiksi memberi ruang yang sangat luas untuk berimaginasi. Imaginasi inilah yang dapat membangkitkan inovasi tanpa kita sadari.

  • Penguasaan dan Pengembangan Ilmu & Teknologi

Setiap orang mestinya berusaha menguasai ilmu yang berkaitan dengan lingkungan kegiatannya. Misalnya petani mestinya tahu ilmu yang berkaitan dengan pupuk, nelayan tahu mengenai  ilmu yang berkaitan dengan pukat, perahu & angin, dan seterusnya. Kemudian perlunya menciptakan lingkungan yang kondusif yang dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang ikut serta dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Misalnya, memberi penghargaan kepada warga yang berprestasi dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bacalah riwayat hidup para ilmuwan yang dapat membuka rahasia alam menggunakan nalar dan indra, antara lain Plato, Aristoteles, Ptolomeus, Copernicus, Galileo Galilei, Newton, Einstein dan Stephen Hawking serta para peraih Nobel.

 BAB VII

ALAT PENCAPAIAN KE-5

keluarga

Sudah menjadi tradisi di seluruh dunia bahwa setiap manusia dewasa akan melakukan pernikahan dan kemudian membina keluarga yang bahagia. Fungsi keluarga ini adalah :

  • Memenuhi kebutuhan biologis dan cinta kasih
  • Mendapatkan keturunan
  • Sebagai ajang pembelajaran untuk melatih dan menerapkan prinsip-prinsip sosial, budaya, keagamaan dan hubungan batin antara manusia.

Dengan berkeluarga yang dilindungi oleh hukum,  maka  orang dapat memenuhi kebutuhan biologis dan cinta kasih sehingga mendapatkan happy tanpa terjadinya saling rebut pasangan seperti yang terjadi pada binatang. Kemudian dengan mendapat keturunan maka orang mempunyai kesempatan masing-masing untuk melakukan pembinaan dan pendidikan kepada keturunannya untuk ikut menjaga alam dan mengembangkan masyarakat yang survive dan happy. Keluarga juga menjadi ajang untuk mempraktekkan kemanusiaan dan spiritualitas pada lingkup yang kecil untuk berkembang ke lingkup yang lebih besar.

Dalam membina keluarga, sudah tentu setiap orang akan memilih pasangan dengan banyak kriteria. Namun kriteria yang paling diutamakan adalah :

  • Laki-laki hendaknya  mengutamakan sifat kesetiaan dari sosok wanita sebagai calon istri
  • Wanita hendaknya mengutamakan sifat bertanggung jawab dari sosok laki-laki sebagai calon suami

 BAB VIII

ALAT PENCAPAIAN KE-6

NEGARA

Kita patut bersyukur hidup di tempat yang telah eksis kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya. Upaya kita sekarang adalah mempertahankan apa yang telah berjalan dengan baik dan melakukan perubahan apa yang kurang sempurna.

Sebagai warga negara, kita mesti selalu peduli dengan kondisi masyarakat dan negara. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

  • Rasa cinta terhadap negara

Utamakanlah kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi. Ikut serta dalam bela negara. Menjaga fasilitas milik negara dan menjunjung kehormatan bangsa di antara bangsa-bangsa lain.

  • Memahami  hukum yang berlaku dan sadar hukum

Pahamilah hak-hak dan kewajiban sebagai warga negara dengan membaca Undang-undang, Peraturan, KUHP dan lain-lain terutama yang berkaitan langsung dengan kegiatan sehari-hari. Berpartisipasilah pada setiap perjuangan melawan ketidakadilan sesuai dengan kapasitas masing-masing. Bisa dengan tuntutan hukum, unjuk rasa, lewat tulisan dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa semua perjuangan tersebut tidaklah anarkis.

  • Paham dan mengikuti perkembangan politik nasional

Sedapat mungkin kita mesti tahu apa yang terjadi dengan proses pemerintahan dan kepemimpinan nasional. Sehingga kita dapat memilih wakil rakyat dan pemimpin yang tepat.

  • Paham kondisi perekonomian nasional , regional dan global

Dengan mengetahui kondisi perekonomian nasional, regional dan global maka kita bisa mengambil keputusan yang tepat dalam kegiatan ekonomi kita dan terhindar dari kerugian yang konyol.

  •  Paham konstelasi kekuatan politik di dunia

Kita mesti tahu dimana posisi Indonesia dalam kancah politik dunia. Apakah kita masih bergantung dan sejauh mana ketergantungan itu atau kita sudah betul-betul mandiri dari sisi politik dan kekuatan militer.

 Dengan demikian maka negara akan dapat mensejahterakan warganya dengan baik dan melindungi warganya dari keamanan dalam negeri ataupun ancaman dari negara lain.

 BAB IX

Alat Pencapaian ke-7

Kesehatan Jiwa

“Men sana in corpore sano”, di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat.  Demikian juga kalau jiwa yang sehat akan terdapat badan yang sehat. Atau, badan akan sakit bila jiwa tidak sehat. Jiwa yang sehat  memberi kita peluang untuk berkarya dan menikmati kehidupan ini. Jadi sangatlah penting untuk menjaga kesehatan jiwa.  Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam menjaga kesehatan jiwa  adalah :

  • Rekreasi

Secara periodik lakukanlah rekreasi ke tempat-tempat yang menyenangkan bersama keluarga atau teman-teman. Bisa ke pantai, ke pegunungan, ke taman atau mengunjungi famili di kampung. Dengan berekreasi  pikiran jadi segar dan siap berkarya.

  • Seni

Nikmatilah seni yang sesuai dengan minat. Misalnya seni musik, seni sastra, seni tari, seni  lukisan, seni patung. Jangan mencoba melakukan diskriminasi seni. Seni adalah universal. Kita bebas menikmati seni  dari Rusia, dari Jepang, dari China, dari Korea, di Afrika, dari Amerika, dari Padang, dari Bali atau dari Papua. Dengan menikmati seni berarti kita telah memperpanjang umur kita dalam arti kita menggunakan umur kita dalam keadaan happy dengan maksimal.

  • Kebutuhan Biologis

Pemenuhan hasrat biologis dengan takaran yang tepat akan membuat jiwa kita menjadi fresh. Tentu saja pelaksanaannya mesti disertai dengan perasaan cinta kasih.  Waspadailah sex tanpa cinta kasih alias sex mekanis ataupun sex yang melanggar norma-norma umum, karena akan berakibat sebaliknya yaitu penyakit, stress dan cepat tua.

  • Sense of Humor

Dimanapun berada usahakanlah mempunyai selera humor. Humor membuat otak jadi plong tanpa beban, meskipun sedang menghadapi pekerjaan yang berat. Bacalah anekdot-anekdot, cerita humor dan lebih banyaklah bergaul dengan orang yang punya selera humor dibanding orang yang terlalu serius. Orang yang suka humor tidaklah mudah tersinggung.

  • Meditasi, Zikir, Retreat

Meditasi, Zikir dan Retreat melatih pikiran menjadi kuat. Bayangkan pikiran itu sebuah otot yang bila dilatih akan mejadi keras, yang menunjukan adanya kekuatan. Pikiran yang kuat adalah pikiran yang tahan menghadapi segala gangguan atau permasalahan. Seperti  jargonnya Pegadaian, mengatasi masalah tanpa masalah. Dengan pikiran yang kuat kita bisa tetap hidup happy kapan saja, dimana saja, dalam keadaan apa saja bahkan di saat-saat mengalami kesulitan-kesulitan yang ekstrim. Bila tidak mempunyai kesempatan melakukan meditasi, zikir atau retreat, lakukanlah terapi sebagai berikut :

Duduk bersila atau di kursi, tidak bergerak,  pejamkan mata, bernafas alami. Rasakanlah sensasi di badan. Misalnya gatal, ada tekanan, ada terpaan, ada sentuhan, sakit, panas, dingin dan lain-lain. Tahan selama minimal 5 menit. Secara bertahap tingkatkan waktunya sampai sekitar 1 jam. Terapi ini membuat mental anda kuat. Kuat menghadapi gangguan fisik dan godaan mental. Disamping itu,  terapi ini membuat perasaan damai.

  • Olah raga

Bermain catur atau bridge secara rutin akan menjaga daya ingat tidak menurun. Namun yang perlu diingat adalah jangan merasa kecewa atau stres bila dalam permainan anda kalah. Anda bermain catur bukanlah untuk mendapatkan gelar grand master, melainkan hanya sekedar olah raga otak. Olah raga otak yang tidak terlalu serius dan sangat menghibur adalah permainan gaple (domino berpasangan).

Kesehatan jiwa juga dapat dijaga dengan melakukan olah raga yang memerlukan akurasi tinggi seperti golf, bowling, bilyar dan lain-lain. Selain ada kenikmatan tersendiri, permainan tersebut melatih keseimbangan otak dan membiasakan kita untuk selalu bertindak dengan tepat akurat. Diantara olah raga tersebut mungkin bilyar yang cukup terjangkau biayanya. Meski kadang-kadang permainan bilyar diidentikkan dengan kegiatan yang buang-buang waktu, judi atau maksiat.  Sangat disayangkan adanya pandangan stereoptip tentang olah raga bilyar ini, padahal olah raga bilyar secara resmi dipertandingkan di Pekan Olah raga Nasional (PON).

BAB X

Alat Pencapaian ke-8

PENGABDIAN MASYARAKAT

            Ciri hidup bermasyarakat adalah saling menolong. Sikap saling menolong ini ada yang diformilkan seperti iuran, pajak, peraturan dan ada juga yang non formil seperti saling membantu antar warga yang dilakukan secara spontan. Sebagai bagian dari masyarakat, kita mesti andil dalam kegiatan tolong menolong ini. Bentuk saling menolong itu antara lain :

  • Peduli Lingkungan

Selalu berinisiatif untuk membuat lingkungan bersih, rapi dan indah dengan menggunakan waktu senggang baik dengan warga lain maupun sendirian melakukan pembersihan tempat umum seperti jalan, saluran air, taman, WC umum pasar. Lakukanlah seolah-olah tempat itu milik kita sendiri.

  • Peduli warga

Banyak warga yang memerlukan bantuan orang lain. Misalnya saja, seorang anak yang akan menyeberang jalan yang ramai kendaraan. Dia butuh orang dewasa untuk memandu agar tidak tertabrak kendaraan. Atau anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis. Bukankah kita bisa membantunya. Belum lagi menolong orang yang mengalami kecelakaan atau menjadi korban kejahatan. Sebenarnya banyak sekali yang dapat kita lakukan dalam rangka pengabdian masyarakat.

Sering kita melihat orang yang merasa dirinya adalah manusia pengangguran, padahal banyak sekali pekerjaan di tempat umum yang memerlukan tenaga. Mengumpulkan sampah, membersihkan got, merapikan dan merawat  tanaman, menyeberangkan anak sekolah.  Kita sering merasa kesal ketika tahu bahwa banyak pengemis di kota diorganisir oleh para preman. Mereka berpura-pura menjadi orang cacat atau sakit. Jadi, sedekah yang kita berikan bukanlah meningkatkan taraf hidup mereka melainkan mendidik mereka menjadi beban masyarakat selamanya. Ada suatu teladan yang patut ditiru dari seorang “pengemis” di sebuah jembatan penyeberangan di Jl. Gatot Subroto Jakarta. Orangnya cacat, dari pagi hingga sore hari dia melaksanakan pembersihan jembatan penyeberangan atas inisiatifnya sendiri. Orang yang melewati jembatan penyeberangan tersebut pada umumnya memberi uang receh. Sebenarnya jika kita mempunyai waktu luang, dapat meniru langkah “pengemis” tersebut tanpa menerima uang receh selama kita masih mampu untuk memenuhi kebutuhan primer kita. Inilah salah satu  kesempatan untuk mengabdi kepada masyarakat. Coba bayangkan jika banyak orang melakukan kepedulian seperti itu, kitapun pasti akan mendapat manfaatnya. Lingkungan yang bersih, rapi dan indah, perasaan aman karena merasa akan selalu mendapat pertolongan bila mengalami kesulitan. Mulailah dengan melakukannya di halaman depan rumah masing-masing. Kebersihan, kerapian dan keindahannya dapat dinikmati oleh tetangga dan orang-orang yang lewat depan rumah. Hal ini juga dapat dikatagorikan sebagai pengabdian masyarakat.

BAB XI

Alat Pencapaian ke-9

Pendalaman sisi esoteris ajaran agama

            Tidaklah perlu diperdebatkan seberapa besar manfaat agama terhadap kehidupan manusia. Namun selain manfaat yang membuat manusia mencapai peningkatan kualitas hidup, juga banyak sekali pertumpahan darah yang terjadi karena agama. Tentu saja hal ini disebabkan karena kesalahpahaman dalam mengkaji dan melaksanakan ajaran agama pada tataran eksoteris. Ajaran agama yang terlihat dipermukaan, bukan intinya. Solusi atas  masalah ini adalah setiap orang agar mempelajari sisi esoteris agama yang dianutnya.

Menurut Frithjop Schuon, eksoteris adalah aspek eksternal, formal, hukum, dogmatis, ritual, etika dan moral sebuah agama, yang berbeda-beda dan bahkan ada yang bertentangan antara agama yang satu dengan agama yang lain.  Sedangkan esoteris adalah aspek metafisis dan dimensi internal agama. Aspek esoteris memungkinkan segala perbedaan dan pertentangan antar agama bertemu. Tanpa esoterisme, agama hanyalah sekedar kumpulan dogmatis-formalistik dan aturan-aturan yang kaku. Esoterisme dan eksoterisme saling melengkapi. Titik-temu agama bukan berada pada level eksoteris, melainkan pada level esoteris.

            Setiap agama mempunyai sisi esoteris. Bila mendalami sisi ini, maka setiap orang, baik yang seagama maupun beda agama akan menemukan Tuhan yang sama, filsafat yang sama dan tujuan yang sama. Dengan kata lain semua penganut agama akan bertemu di tataran esoteris ini.

      Buku ini tidak mengajarkan esoteris. Setiap orang mesti menggali aspek esoteris agamanya masing-masing. Lagi pula kedalaman esoteris tidak ada batasnya dan tidak ada tingkatannya. Tidak ada guru, tidak ada murid. Yang ada hanyalah referensi. Bacalah buku-buku karya pengarang sebagai berikut : Achmad Chodjim, Emha Ainun Nadjib, Antony De Melo, Ajahn Brahm, Deepak Chopra, Eckhart Tolle, Frans Magnis Suseno, Gede Prama, Nurcholish Madjid, Krishnamurti, Thich Nhat Hanh dan karya-karya para sufi besar.

 BAB XII

TUMPUAN

 Dalam melaksanakan alat pencapaian ke-1 sampai dengan ke-8 harus  berdasarkan pada ajaran-ajaran kesusilaan atau budi pekerti dan berwawasan lingkungan. Misalnya tidak boleh menipu, memfitnah, mencuri dan merampok dalam pencarian harta, melanggar hak asasi manusia ketika melakukan  tindakan pengamanan dan lain-lain. Kita harus menyadari bahwa orang lain juga punya hak untuk mendapatkan survive dan happy. Jangan sampai terjadi hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang. Ingat bahwa kita masih punya tujuan lain yaitu peace after death, mendapatkan kedamaian setelah meninggal.  Tandanya orang yang mencapai tujuan ini adalah adanya senyuman yang mengiringi kematiannya. Rasa ikhlas dan siap menempuh perjalanan selanjutnya menuju alam yang belum kita ketahui.

Ajaran budi pekerti yang paling sederhana tetapi paling mengena adalah hukum karma, apa yang kita tanam itu yang akan kita petik. Perbuatan jahat akan membuat kita menderita, sedangkan perbuatan baik akan membuat kita bahagia. Tentu saja tidak semua orang mudah percaya akan prinsip tersebut, terutama orang yang mempunyai wawasan tentang rentang waktunya yang pendek. Ingatlah bahwa rentang waktu ini tidak terbatas, tidak ada awal dan tidak ada akhir. Hanya dikatakan bahwa akhir dari sesuatu merupakan awal dari sesuatu yang lain, begitu seterusnya. Bahkan kematianpun bukan merupakan akhir segalanya.

Dalam kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan indutrialisasi dan eksploitasi alam, sulit menghindarkan dampak buruk terhadap lingkungan. Namun hendaknya selalu diusahakan untuk memperkecil dampak jangka pendek dan jangka panjangnya sehingga manfaat yang didapat dalam kegiatan tersebut jauh lebih besar dari pada dampak buruknya. Bila hal tersebut tidak tercapai, maka perlu berpikir ulang sebelum melaksanakan kegiatan tersebut.

Anjuran

Bagi para kontributor yang ingin memposting artikelnya, akan lebih baik apabila disertakan foto diri, agar para pembaca dapat mengenal penulisnya.

Kami tunggu karya tulis Saudara sekalian.

Salam,
Tim Admin

SYSTEM MODEL OF ACTION-RESEARCH PROCESS: APPLIED FOR BEHAVIOR CHANGE OF CONTINUOUS SELF-DEVELOPMENT TO MEET SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE

by Arthayasa K. Sastra

September 11, 2009  

Content

Introduction

Not only does it provide in-depth understanding and comprehension, but also a great opportunity for me as his doctorate student to put the model into application in my job. The focus on the assignment is expanded into three steps: 1. How to match between the selected kind of change and the suitable model used for the change to be effective.

2. How to analyze my consideration in choosing the change and the model

3. How to put the process of change into the implementation to ensure the success and to minimize the hindrances.

I would highly appreciate the assignment from the professor because of its practicality and efficacy not only is for my study at Doctorate degree at State University of Jakarta, but also it gives me double benefits as a Management Team in PT CVX, a multi-national oil company. I can study and work at the same time which gives added value to the organization I work for. I plan to implement the change in the organization in the same year.  

SYSTEM MODEL OF ACTION-RESEARCH PROCESS: APPLIED FOR BEHAVIOR CHANGE OF CONTINUOUS SELF-DEVELOPMENT TO MEET SUSTAINABLE COMPETITIVE ADVANTAGE By Arthayasa K. Sastra

1. Why should we use the Model:

Systems Model of Action-Research Process? External forces are getting stronger and stronger that influence the internal state of the organization. When there is no new learning habit change internally, especially people’s behavior in continuously striving for updating their ability or competencies, the end is visible. And the change should be well planned, followed by observable actions, and continuous quality assurance with feedbacks as the loops for quality assurance of the change. Wendell L French and Cecil Bell define organization development (OD) at one point as “organization improvement through action research”. If one idea can be said to summarize OD’s underlying philosophy, it would be action research as it was conceptualized by Kurt Lewin and later elaborated and expanded by other scientists. Concerned with social change and, more particularly, with effective, permanent social change, Lewin believed that the motivation to change was strongly related to action: If people are active in decisions affecting them, they are more likely to adopt new ways.

2. The bottom lineChange—real change—comes from the inside out.

It does not come from hacking at the leaves of attitude and behavior with quick fix personality ethic techniques. It comes from striking at the root—the fabric of our thought, the fundamental essential paradigms, which give definition to our character and create the lens through which we see the world. (Ed Oakley and Doug Crug (1991); Steven Covey (1990) Kurt Lewin is generally regarded as the “father of change theory.” It was he who developed the first model of the change process in the late 1940s. He called his model “Force Field Analysis” to support his concept that change was presented by the pressure of opposing forces acting on a situation. In applying “Force Field Analysis”, it is important to begin with definition of the problem. This is frequently in the form of a question, e.g., “Why can’t we change the way we work together?”  

3. The drivers of the change

The next step is to identify the factors or pressures that strongly support change in the desired direction. These are called the driving forces and are diagrammed as arrows pushing upward. Similarly it is important to identify those factors or pressures which are obstacles to changes. These are known as known as restraining forces and diagrammed as arrows pushing downward. The current circumstance (situation) is the middle line. The relative strength of each of the various forces is shown by the length of its line. When the behavior in a group or organization is established, the forces pushing for change (driving forces) are equal to the forces against change (restraining forces). Lewin’s exact term for this dynamic balance of forces was “quasi-stationary equilibrium” (Q-S equilibrium)

4. The objectives of the change •

To ensure that Systems Model of Action-Research Process is the most suitable and applicable for behavioral change management. • The change becomes people’s new sustainable behavior—everyone in the organization loves learning and expanding their knowledge perspective so that the organization becomes a learning organization.

 5. How do we apply Model:

Systems Model of Action-Research Process in OD Curt Lewin’s Model of Change Management 1. Wendell L. French; Cecil Bell (1973). Organizational Development: behavior science interventions for organization improvement. Englewood Cliffs, N. J.: Prentice-Hall. Pp 18 ISBN 0136416624

2. Source: http://en.wikipedia.org/wiki/Action_research

3. Sherriton, Jacalyn and Tern. James L. Corporate Culture Team Culture Removing the Hidden Barriers to Team Success. AMACOM. NY.1997

4. Kurt Lewin (1958). Group Decision and Social Change. New York: Holt, Rinehart and Wiston pp.201

a. Input Planning

Wendell L. French and Cecil Bell also call it INPUT.

INPUT

 i. Preliminary diagnosis

 ii. Data gathering

 iii. Feedback of results

 iv. Action Planning Preliminary diagnosis To get a success we want, we need to know our current state, analyze the internal and external invirontment, and calculate risks:

I. Where we are now

II. Where we want to be

III. How to get there

IV. How to sustain the Success The object of the change is ‘ORGANIZATIONAL DEVELOPMENT OF PT XYZ’

What is the main problem / challenge?

 Based on the SWOT analysis, the current phase of life cycle of the organization is in maturity phase and is about to the declining phase. The first declining occurred in 1992 with huge turn-over, the second declining was in 2002 with total re-engineering, and the in-coming declining will be the third. What a big challenge we are facing! “How we can make the organization’s re-growth with a full and conscientious support of the people in the organization through total change of behavior—getting out from being their comfort zone– to close observable competency gaps that severely hinder the growth.”

SWOT ANALYSIS

TARGET OF CHANGE SUMATRA H&MS UNIT OF PT XYZ’ SPECIFIC TARGET OF CHANGE EMPLOYEES’ BEHAVIORAL CHANGE TOWARDS THE ORGANIZATIONAL CHANGE DIAGNOSIS FACTORS CURRENT STATES STRENGTHS /WEAKNESSES

Internal factors

 EMPLOYEE’S BEHAVIOR

 • Age: 30 – 45 years (potential ages) • Experienced in entry level-typed of work • In learning curve • Education: Diploma-3 (Data: HRIS 2008) • Work in Comfort-zone • Low motivation in learning for higher education (data from individual interview: 2008)

 MANAGEMENT BEHAVIOR

• has a organization macro change plan (50% right sizing, out-sourcing) • has policy supporting Employee Self-development program in formal university • Production is declining • Cost of handling external forces is higher • Production contract expires within 10 years; • Shareholders do not want re-invest for new ventures • Anything produced by employees using the company’s facilities legitimately belong to the shareholder

External factors

OPPORTUNITIES THREATHS

CUSTOMERS

 Emerging and promising customers Jakarta, as the center of same service providers, is getting closer for customers due to better and better air transportation services

GOVERNMENT

Support self-development program of Indonesian work-forces The extension of the contract with Government is not guaranteed.

NGO

Universities available for higher education Outside companies are ready to take the outsourced jobs/ contracts

TECHNOLOGY

More hi-tech in market place to choose Left behind from hi-tech invention and

FEEDBACKS OF THE DIAGNOSIS: RESISTANCE IMPACTS OF CURRENT STATES:

a. Resistance due to lack of understanding about productivity, national productivity, and manpower value: Young and potential employees may lose his career in near future if they live in comfort zone and keep their level competency as they were hired.

b. Employee Resistances due to long comfort zone: Change the behavior of employment to be a new behavior of entrepreneurship among employees will create resistances from most employees with excuses due to comfort zone

c. Management Resistance due to cost orientation Education is not merely an expense, but it is an investment for short and medium or long term competitiveness. Maximize the management and government supports towards higher education of Indonesian workforces by developing awareness of higher education opportunity, otherwise it becomes threat.

RESTRAINING FORCES AND DRIVING FORCES APPROACHES

To make a change feasible, we need to maximize the driving force through WIIFM (what’s in it for me) approaches and minimizing restraining forces. Involving people at the beginning of the change, the level of commitment will be higher.

a. Resistance due to lack of understanding about national productivity and manpower value How to approach: Build national awareness. Tactfully communicate with national employees for national awareness on national productivity that has close relationship with international manpower value rate

i. Why our Indonesian employees’ value rate is lower than other ASEAN countries

 ii. What correlation between ‘national productivity’ and ‘man power value rate’. The lower national productivity, the lower Indonesian employees’ value rate

 iii. Motivate employees to do research and development. Recognize small or big breakthroughs. Reward rationally and tangibly.

 b. Employee Resistances

due to comfort zone: Change the behavior of employment to be a new behavior of entrepreneurship among employees will create resistances from most employees with excuses due to comfort zone How to approach: “Omit the comfort zone”; cut-off the hindrance chain key.

(1) Challenge everyone to contribute not just for a piece of rice but pride.

 (2) New mentality “No gain without pains” (Jefferson)

(3) Competency-based and Performance Management-based compensation and career development; no more ‘nepotism’ or ‘collusion’

c. Management Resistance

due to cost Education is not merely an expense, but it is an investment for short and medium or long term competitiveness. Maximize the management and government supports towards higher education of Indonesian workforces by developing awareness of higher education opportunity, otherwise it becomes threat.

How to approach:

 “Convince the management on the value-added to the company’ sustainable competitive advantage” (Peter Drucker)

1. Growing company / organization occurs when the organization is a learning organization and everyone is motivated for self-mastery.

 2. Consistent in motivation approach. No loss to the company’s money because everyone is contributing more and more from his/ her higher education achievement to the growth of organization

3. It is in line with objective of Indonesian Government by Laws on higher education

4. The company’ good will (workforce high competency) can be the company’s bargaining power in contract extension or at least the company has reformed people’s competency for better future of the country.

 b. TRANSFORMATION / CHANGING

Action Learning Processes on how to cope with changes: focus on environment

 i. Performance deficiency & Skill gap analysis and Training Need Analysis

ii. Make Cost Impact Analysis

iii. Do Behavior gap analysis – use ABC approach

 iv. Inventory behavior cases: Do Coaching and counseling processes

Action Planning

Action Steps

N0 ACTION U/I PIC MO-1 MO-2 MO-3 MO-4 I Strategically motivate employees to update their knowledge and skills through self-development program or pursue higher education H/H LEADERS X II

Influence the management members that Indonesia employees must achieve copy rights for the country, not totally for foreign shareholders M/H TEAM X III Involve employees in creating a “learning organization” and self-mastery mind set of Indonesian employees for individual national productivity H/H TEAM X IV Apply approaches that are motivating M/H LEADERS X V Inventory behavior cases: Do Coaching and counseling processes M/M LEADERS X

c. Output –Results (on going)

i. Changing in BehaviorWe motivate people for their self-mastery and new behavior ad would like to see the results one or two years from now on. Self-Mastery is the combination of traits that you need for optimal performance. Self-Mastery is like achieving enlightenment, where you’re ready for anything, with the right attitude and confidence, with all the knowledge and capacity to learn, as you face new challenges.

 ii. Data gathering• Maximize the monthly reports • HR information system be the system that continuously updates the data • Do analysis on the data for further insights to take actions  

6. CONCLUSION

1. Changing people’s mind-set towards current state to future state is the specific target of this change management assignment. Change comfort zone is getting people see out of the box. Change Management is a need in sustaining competitive advantages and continuing quality improvement.

2. Model: Systems Model of Action-Research Process is suitable model for this change management case. Concerned with social change and, more particularly, with effective, permanent social change, I strongly agree to Lewin’s that the motivation to change is strongly related to action: If people are active in decisions affecting them, they are more likely to adopt new ways.

 3. How to implement the model is effectively using Forward focus Communication by applying Enlightened Leadership approach (Ed Oakley & Dough Crug (2001) —how to bring out the best in people. It is one of the most effective ways to get people’s buy-in. Involvement invites commitment.

4. Loop as feedbacks is the very important process for continuous improvement in change management

7. INSIGHTS•

Change management must be focused on the impacts & added-value objectives. • Change counter must be well-planned in timely manner—long before the change alters to be major forces. • The planning itself must be followed up with calculated-risk actions and continually assessed as feedbacks for quality outcome. –Arthayasa K. Sastra, (October 1. 2009)

 8. REFERENCES

1. Wibowo, Prof., Dr., S.E., M. Phil.(2008), Manajemen Perubahan (Change Management). Edisi kedua. Rajawali Press. Jakarta.

2. Wendell L. French; Cecil Bell (1973). Organizational Development: behavior science interventions for organization improvement. Englewood Cliffs, N. J.: Prentice-Hall. Pp 18 ISBN 0136416624

3. Walker, James W. (1992), Human Resource Strategy. McGraw-Hill International Editions, McGraw-Hill, Inc. Singapore.

4. Tomasko, Robert M. (1993), Rethinking the Corporation the Architecture of Change. AMA Membership Edition, New York.

 5. Sherriton, Jacalyn and Tern. James L. Corporate Culture Team Culture Removing the Hidden Barriers to Team Success.AMACOM. NY.1997

6. Robbins, Stephen P. (1989), Organization Behavior. Eighth Edition, Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

7. Kurt Lewin (1958). Group Decision and Social Change. New York: Holt, Rinehart and Wiston pp.201

8. Koontz, Harald, Cyrill O’Donnell, Heinz Weihch (1989), Management. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

9. Dessler, Gary (1994), Human Resource Management. Sixth Edition, Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

10. Anthony ,William P., Perrewé, Pamela L., dan Kacmar, K. Michelle Kacmar (1996), Strategic Human Resource Management. Second Edition, Harcourt Brace & College Publishers, Forthworth, Texas.

Rapat Pedoman SDM

Menindaklanjuti rencana pembentukan lembaga konsultan Pedoman SDM, pada tanggal 23 Juni 2011 di Gedung Cordova Tower Jl. Pasir Putih Raya No. E5 Jakarta Utara, diselenggarakan rapat yang dihadiri oleh Agus R, Budi Herawan, Jonet Darmono, Nyoman Sueta, Burhanuddin dan Sucitra.

Hasil Rapat adalah sebagai berikut :

1. Pembentukan Pengurus

2. Penyusunan Renstra :

  • Jangka Pendek : mengurus badan hukum yayasan, menyiapkan kantor di Sekolah Pelayaran, penggalangan dana dari anggota sebesar Rp. 300.000,- sebagai iuran wajib, pembuatan website. Target 31 Oktober 2011.
  • Jangka Menengah : memperkenalkan Pedoman SDM dengan mengirim tulisan (kolom) anggota ke media massa, menerbitkan buku, menyelenggarakan paket pelatihan.
  • Jangka Panjang : melaksanakan konsultasi, seminar, talkshow, sertifikasi dll yang berkaitan dengan pengembangan SDM.

Visi & Misi

Visi : Menjadi Lembaga Konsultan yang terpercaya dan terkemuka pada tahun 2020

Misi : Menyelenggarakan Pengembangan SDM yang berbasis kompetensi